5 Hal yang Akan Kamu Temui Jika Membangun Online Shop Berbasis Self Manufactured



Usaha online alias online shop atau biasa disingkat olshop, sedang marak-maraknya di Indonesia. Mulai dari pakaian hingga alat bangunan pun, kini semua bisa dijual lewat online. 

Ya, alat bangunan. Tidak jauh dari perumahan tempat saya tinggal, ada sebuah toko bangunan yang mencamtukan nama toko online mereka di salahsatu marketplace Indonesia, tepat di banner depan toko. Unik kan?

Semua orang dan kalangan bisa membuka usaha online mereka sendiri, bahkan orang yang tidak memiliki pengetahuan bisnis sebelumnya, seperti saya contohnya, juga bisa memanfaatkan sosial media sebagai media berjualan. 

Tidak harus memiliki toko dan stok barang, dengan menjadi reseller atau dropshipper dari online shop lainnya juga dapat menjadi pilihan. 

-

Apa sih perbedaan reseller dengan dropshipper? Reseller adalah pelaku usaha dimana ia menjadi bagian atau mitra dari sebuah pelaku usaha yang lain/supplier, dengan syarat membeli barang dengan jumlah banyak atau tertentu pada supplier tersebut. Tentunya butuh modal yang lumayan ya. 

Kalau dropshipper? Lain halnya dengan reseller, menjadi dropshipper tak memerlukan modal besar seperti reseller yang harus menyetok barang. 

Dropshipper cukup menawarkan barang yang dijualnya melalui foto yang diambilnya dari seorang supplier, dan dropshipper akan mengambil keuntungan dari barang yang dijualnya tersebut. Jadi tidak perlu menyetok barang. 


Apa Sih Self Manufactured?

Eits, tapi ada juga lho online shop yang memutuskan untuk produksi secara mandiri barang-barangnya yang dijualnya, atau bahasa gahulnya self manufactured. Mulai dari bahan yang belum menjadi apa-apa, hingga menjadi sebuah produk, semua adalah dihandle oleh pemilik online shop. 

Selain karena alasan branding, self manufactured biasanya dipilih dengan alasan lebih hemat biaya dibandingkan harus kulak atau menjadi seorang reseller. Tapi tahukah kamu kalau memiliki online shop berbasis produksi mandiri itu sesungguhnya ribet lho. 

Apa saja ya hal bisa saja kita temui jika membangun online shop yang self manufactured?


1. Bahan untuk Produksi yang Tidak Sesuai Ekspetasi

Survey bahan adalah nomor satu.

Survey bahan adalah hal wajib jika ingin melakukan produksi secara mandiri, sayangnya hal ini tidak selalu berjalan mulus. 

Berkaca pada pengalaman ketika saya mencari kain untuk kerudung yang akan saya produksi, saat browsing dan survey lapangan selalu berbeda. Ya, kita harus siap menerima realita bahan yang tidak sesuai ekspetasi. 

Misal, saat saya membaca ulasan mengenai bahan yang akan saya cari dan produksi nantinya, internet mengatakan bahan yang satu ini adem dan mudah dibentuk, namun ketika saya pergi ke toko kain, karateristik bahan tersebut justru sebaliknya. Dilema. Tetap melanjutkan produksi atau menggantinya dengan bahan yang lain? 

Resikonya adalah tak jarang produk yang saya jual malah mengecewakan pembeli hanya karena masalah salah pilih bahan. 

Kalau sudah gini, image online shop kita terhadap pembeli akan buruk.  

Cacat produksi juga sering saya temui ketika membeli bahan, sebagai contoh ada cap merek pabrik pada kain, atau mungkin coret-coretan spidol. Sebagai penjual dan produsen, tentunya saya merasa kecewa dan rugi karena produk yang saya jual nantinya akan digunakan orang lain. 

Oleh karena itu, tak jarang saya akhirnya membeli bahan yang sama 2x agar tidak ada cacat produksi. Kalau sudah begini, bukannya untung, malah justru rugi kan? 

Jika tak ingin kecewa, lebih baik survey bahan terlebih dahulu dan tanyakan pada penjual bahan apa yang paling baik, sebelum membaca ulasan di internet agar tidak salah pilih dan sesuai apa yang kita mau. 

Perhatikan baik-baik juga bahan yang akan kita beli, apakah ada cacat produksi atau tidak, karena tidak semuanya tentu sama dan sempurna.


2. Siap-siap Kehabisan Stok Bahan

Kendala selanjutnya yang bisa saja terjadi adalah kehabisan stok bahan. Saya sering banget ngalamin ini. Beberapa bulan yang lalu, bertepatan dengan masa-masa ospek, saya mengambil peluang dengan terima orderan kerudung warna hitam dan putih. Jeng jeng jeng, ngga terduga ternyata pesanan banyak. 

Tapi proses produksi tidak mulus begitu saja, ada saatnya saya kebingungan karena stok bahan di toko langganan rupanya habis. Dan begitu pula di toko-toko lainnya, stoknya kosong, padahal orderan masih menumpuk.

Disini kesalahan saya adalah tidak menyetok bahan, padahal sudah tahu kalau orderan lagi numpuk. Alhasil saya harus memutar otak untuk mencari bahan yang memiliki karateristik mirip, agar pembeli tidak kecewa. Meski ujungnya pasti mereka bertanya mengapa bahannya berbeda dari biasanya? 

Sengaja nyetok banyak? It's okay.

Tidak semua penjual akan menyetok barang mereka kembali dalam waktu dekat, bahkan ada penjual yang tidak akan menyetok barang yang sama lagi. Kalau sudah begini, sebagai pemilik online shop harus pandai-pandai mengambil peluang. 

Tak ada salahnya sengaja menyetok lebih agar tidak kehabisan stok bahan di kemudian hari. Hal ini juga menghemat budget lho, karena harga bahan bisa naik sewaktu-waktu. 


3. Harga Bahan dapat Berubah Sewaktu-waktu

Sama halnya dengan kebutuhan pokok, harga bahan juga dapat berubah sewaktu-waktu. Solusi dari kendala yang satu ini ada pada poin kedua, Sengaja nyetok banyak? It's okay.

4. Kewalahan Jadi Hal yang Biasa

Bisa bayangin capeknya jadi pemilik online shop yang semua produknya diproduksi secara mandiri? Mulai dari bahan, ukuran, hingga model, ia atur sendiri. Ngga jarang jika mereka pasti akan kewalahan dan kelelahan. 

Seperti saya contohnya, terlalu sibuk dan pusing mengurusi produksi (datang ke toko kain, pilih bahan, bawa ke penjahit, memastikan tidak ada yang cacat, lalu packing sendiri) bikin saya sulit mengatur waktu dan membagi konsentrasi dengan kegiatan yang lain. 

Saran saya kalau mau membangun usaha berbasis self manufactured, pastikan dahulu apa saja yang dibutuhkan. Mulai dari produksinya akan seperti apa, dimana dan siapa yang akan mengerjakan proses tersebut? 

Apakah kita akan menggunakan jasa orang, seperti penjahit misalnya. Jangan terlalu berekspetasi, nanti akhirnya malah ngga jadi deh. 

5. Ribet Sendiri Karena Packing 

Punya brand sendiri adalah impian setiap pemilik usaha. Di garis bawahi ya, brand sendiri, bukan brand yang sudah ada lalu barangnya kita jual kembali. Bukan. Brand sendiri artinya kita menciptakan produk secara mandiri. 

Selain kewalahan karena masalah produksi, pemilik usaha yang memilih self manufactured akan mengalami ribet untuk urusan packing. Bukan sekedar mengepak, dalam packing, branding harus tetap ditonjolkan agar pembeli semakin terkesima dengan toko dan produk kita. 

Jadi ngga cuma ribet masalah produksi aja, siap-siap ribet sendiri masalah packing juga ya, kalau ingin memiliki online shop yang self manufactured.

-

Semua hal yang menjadi masalah dalam self manufactured adalah hal yang biasa, hanya bagaimana seorang penjual mampu mengatasinya. 

Komentar

  1. Bahasa kerennya Single Fighter lah ya, Erika? Hahaha.
    Kekurangannya kalau dilakukan serba sendiri ya gini. Kewalahan. Jadi hanya bisa untuk bertahan hidup.

    Mksdnya untuk bisa menghasilkan lebih banyak keuntungan agak gak mudah. Mesti libatkan orang marketing kalau kita basicly Creator.

    Anyway, udah keren nih tulisan dan layout-nya .😁
    Semangat terus!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya betul Single Fighter Ka, mau gamau harus multitasking karena semua dikerjain sendiri.

      Terimakasih Ka Dika, aku lagi coba menerapkan ilmu tentang konten dari Kaka kemarin. Semangat juga Ka Dika :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer