Menapaki Sejarah Perbankan di Museum Bank Indonesia Surabaya



Begitu padatnya hiruk pikuk Kota Surabaya, membuat saya ingin menepi sejenak menuju tempat yang lebih tenang. Bangunan megah pusat perbelanjaan yang hampir selalu menghiasi tiap sudut kota, mengikis perlahan eksistensi cagar budaya dan wisata sejarah di Surabaya.  

Menjelajah cagar budaya di Kota Pahlawan, seperti museum, dapat menjadi pilihan menghabiskan waktu akhir pekan.

Mengeskplorasi kawasan kota tua di Surabaya memang tak ada habisnya. Begitu banyak bangunan tua yang masih kokoh hingga saat ini, sebagai saksi bisu peradaban Indonesia pada masa kolonial. 

Mulai dari Penjara Kalisosok, Jembatan Merah,  Hotel Majapahit, dan Gedung De Javasche Bank atau lebih dikenal dengan Museum Bank Indonesia.





---

Saat akhir pekan tiba, Museum Bank Indonesia menjadi tujuan utama saya. Letaknya tak jauh dari pusat Kota Surabaya, museum ini berlokasi di Jalan Garuda nomor 1, Surabaya. Museum Bank Indonesia berada pada kawasan bangunan tua. 

Letaknya juga tak jauh dari Penjara Kalisosok dan Tugu Pahlawan, sehingga pengunjung akan melewati beberapa bangunan bersejarah lainnya ketika menuju ke museum ini.






Museum buka setiap hari, kecuali pada hari Senin dan hari libur nasional. Sesampainya di pelataran museum, tempat parkir sepeda motor dan mobil cukup luas, bahkan dapat menampung beberapa bus. Menemukan pintu masuknya juga mudah, karena terletak bersebelahan dengan tempar parkir. 

Pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk sepeserpun, cukup mengisi buku tamu dan pengunjung sudah diperkenankan untuk memasuki museum.




---

Sebagai lembaga keuangan yang dibebani kepercayaan dalam mengelola keuangan, De Javasche Bank memilih gaya arsitektur yang konservatif dalam menanamkan brand image pada masyarakat, yakni Neo Renaissance atau gaya Eklestisisme. 

Perencanaan gedung de Javasche Bank melibatkan biro arsitek N.V Architecten-ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden ed Cuypers te Amsterdam

Pada awal pembangunannya, unsur lokal ditambahkan melalui beberapa ukiran yang diukir langsung oleh tukang ukir Jepara. Mengadaptasi iklim tropis, gedung ini dilengkapi dengan ruang diatas plafon (attic) untuk isolasi terhadap radiasi panas matahari.




Perubahan pada bangunan hanya dilakukan pada pintu masuk utama, tambahan bangunan samping dan belakang, serta penataan interior. Memasuki museum, atmosfir bangunan jaman kolonialisme begitu pekat terasa. Peresmian penggunaan bangunan sebagai cagar budaya Bank Indonesia ialah pada tanggal 27 Januari 2012.

Lantai 1 merupakan ruang pamer museum, beragam benda bersejarah dan koleksi pusaka budaya Bank Indonesia dipamerkan disini. 

Salahsatunya mesin CVCS ini, yang dahulu berfungsi sebagai mesin hitung, sortir, sekaligus perusak uang kertas. Uang kertas yang berasal dari luar Bank Indonesia akan disortir melalui mesin CVCS, begitu pula dengan uang kertas yang tidak layak edar, maka uang kertas tersebut akan dihancurkan oleh mesin ini. 


Era liberalisasi ekonomi (1870-1900) membuka seluas-luasnya lembaga jasa keuangan untuk mendukung kemajuan ekonomi. Berdasarkan surat komisaris Jendral Hindia Belanda no. 25, menetapkan pendirian De Javasche Bank di Batavia. Pada 14 September 1829, kantor cabang De Javasche Bank di Surabaya dibuka, dengan kepala cabang pertama adalah H. Preyer. 




Terdapat beberapa standing banner yang memaparkan arsitektur dan kondisi bangunan gedung De Javasche Bank pada masa lampau. 

---

Memasuki ruang koleksi pusaka budaya Bank Indonesia, udara cukup lembab dan terasa sunyi senyap. Pengunjung dapat melihat koleksi alat-alat perbankan yang digunakan pada jaman dahulu, seperti alat pemotong kertas dalam jumlah besar/tebal yang digunakan tahun 1970-1985 buatan Jerman, alat pres, mesin sortir uang kertas asing, mesin hitung uang logam, dan masih banyak lagi. 



Sebelum tahun 1942, tepat pada masa Hindia Belanda, De Javasche Bank berfungsi sebagai Bank Sirkulasi Belanda berdasarkan Oktroi pada 1828. Tahun 1942, ketika Jepang menduduki Indonesia, nama De Javasche Bank sempat diubah menjadi Nanpo Kaihatsu. 

Selepas Indonesia merdeka, dilatarbelakangi berbagai hal dan peristiwa, DJB resmi menjadi Bank Indonesia pada 1953. Undang-Undang Bank Sentral 1968 menetapkan tugas Bank Indonesia membantu pemerintah sebagai penjaga nilai Rupiah dan agen pembangunan.








Sehubungan dengan terjadinya krisis moneter di Asia pada 1997, Bank Indonesia mengambil tindakan untuk keluar dari krisis, dengan mengambangkan nilai tukar, menutup bank-bank bermasalah, dan merestrukturisasi bank-bank yang tidak sehat.


---


Ruang pamer selanjutnya yang masih berada pada lantai 1 adalah ruang koleksi uang. Disini pengunjung akan banyak memperoleh informasi sejarah berkaitan dengan uang dan perbankan, seperti kondisi perdagangan di Nusantara hingga kedatangan bangsa Barat, usulan pendirian bank oleh pemerintah Hindia Timur dan Hindia Belanda, dan penjelasan tentang numismatik yakni studi yang mempelajari uang dan sejarahnya. 




Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen.











---


Hampir satu setengah abad lamanya berdiri, tahun 1973, De Javasche Bank menempati gedung baru yang terletak di Jl. Pahlawan 105. Sebagai pusat Kota Surabaya, sekaligus berfungsi untuk collecting center, yakni kegiatan mengumpulkan ekspor pertanian dari daerah pedalaman ke Eropa, letaknya ada di sekitar jembatan merah.




Beranjak menuju lantai 2 museum, pengunjung memasuki area hall atau aula. Di sudut ruangan, terdapat miniatur gedung museum Bank Indonesia Surabaya yang diletakkan pada sebuah kotak kaca. 

Arsitektur bernuansa Belanda terlihat pada penggunaan elemen eksterior bangunan, seperti jendela, pintu, dan tangga menuju lantai 3. 











Lantai terakhir adalah lantai 3, yang merupakan ruang arsip yang dilengkapi dengan jaringan kabel-kabel listrik, sehingga pengunjung diharapkan untuk berhati-hati. Udara di lantai ini juga panas, bertujuan agar arsip yang diletakkan tidak mudah rusak. 

---

#JASMERAH
(Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah)


Selain memperluas wawasan, mengunjungi tempat yang memiliki nilai historis dapat memberikan inspirasi untuk para generasi muda dalam menghadapi masa yang akan datang.

Predikat Kota Pahlawan menjadi sebuah identitas yang mencerminkan besarnya semangat juang arek-arek Suroboyo. Pertempuran 10 November 73 tahun silam menjadi bagian penting sejarah atas peristiwa heroik para pemuda melawan penjajah. 

Selamat hari pahlawan, semoga semakin banyak arek-arek Suroboyo yang bersuara lewat karya dan menanamkan jiwa patriotisme kepada sesama melalui karya-karyanya. 



"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."
- Soekarno

Komentar

  1. Setuju banget, "Selain memperluas wawasan, mengunjungi tempat yang memiliki nilai historis dapat memberikan inspirasi untuk para generasi muda dalam menghadapi masa yang akan datang.
    ". Komplit dan runtut reviewnya. Mantap..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer