Sepucuk Surat dalam Kotak Kenangan



Sejak kelas 4 SD, gue gemar menulis surat, tapi bukan surat cinta. Saat itu gue punya temen namanya Dita, ya, Dita inilah yang sering gue ajak berkirim surat atau lebih tepatnya dialah yang menjadi korban dari hobi ngga jelas gue ini. Dita adalah temen les bahasa inggris, hampir setiap les, gue selalu memberinya sepucuk surat yang nantinya akan dia balas saat jadwal les selanjutnya tiba. Tak sekedar berkirim surat, terkadang kami menyelipkan barang-barang lucu ke dalam amplop, dan beberapa diantaranya kami buat sendiri. Kalau gue inget-inget lagi, rasanya ingin tertawa, begitu lucunya masa-masa itu. Hal yang menurut gue konyol, karena pada saat itu handphone sudah tercipta, dan manusia tidak perlu susah menulis surat lalu dikirim lewat merpati untuk menyampaikan pesan.

Di saat teman-teman kami sibuk berkirim pesan sms atau facebook, kami masih asyik membuat surat lalu sesekali menyelipkan hadiah kecil di dalamnya, padahal setiap les kami selalu bertemu dan mengobrol. Sayangnya semua surat dari Dita yang gue simpan dalam sebuah wadah, sepertinya sudah hilang, begitu juga dengan barang-barang pemberiannya. Rasanya menyesal karena tidak menyimpannya dengan baik, oleh karena itu, sekarang gue punya hobi baru. Bukan lagi hobi menulis surat, melainkan menyimpan barang-barang yang menurut gue berkesan. Misalnya kartu ucapan ulang tahun dari sahabat gue, kado dari mereka, tutup botol yang unik, handmade gue sendiri, sampai sebuah surat dari calon bapak gue. Ehem, maksudnya surat dari bapaknya mantan pacar gue.


**

Hari ini adalah hari libur, dan akan menjadi libur panjang bagi gue, meskih lusa gue akan melaksanakan ujian tapi apalah arti hari libur bila kita tidak bisa menikmatinya #azek. Bangun pagi, gue tidak langsung menyambar handuk seperti biasanya, gue bangun dengan begitu segarnya. Udara pagi masih terasa, sinar matahari juga masih hangat, ya, walau jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan tapi gue masih bisa menikmati indahnya Sabtu pagi. Mata gue masih melek lima senti, namun cacing di perut gue sudah meronta-ronta, akhirnya gue berjalan menuju ruang makan sebelum cacing-cacing itu menggigit dinding perut gue.

Selepas mencharge energi, sebagai anak yang rajin, gue pun menyapu rumah. Mungkin nyokap gue heran, melihat anaknya yang malas ini melakukan pekerjaan rumah di saat hari libur. Seluruh anggota keluarga gue sibuk dengan pekerjaan masing-masing, ya, pekerjaan rumah. Setelah menyapu rumah, gue pergi ke kamar untuk merapikan tempat tidur. Gue tidak ingin kamar gue sendiri terlihat seperti kamar anak laki-laki yang semua barangnya berserakan di lantai dan kasur. Tadi malam gue sempat mendekorasi kamar, jadi ada beberapa barang yang belum tata kembali, termasuk semua novel gue yang masih berantakan disana-sini.

Dengan malasnya, gue menata semua buku kembali ke raknya, tanpa sengaja gue melihat sebuah kotak berkuran sedang. Isinya adalah beberapa barang yang sengaja tidak gue buang karena beberapa diantaranya sangat berkesan bagi gue, oleh karena itu gue menamakannya sebagai kotak kenangan karena banyak kenangan yang gue simpan dalam kotak tersebut. Gue tidak sabar untuk langsung membukanya. Disana, ada banyak barang yang ukurannya tidak begitu besar, dan di dalamnya juga ada kotak kecil yang berisi foto-foto gue dengan sahabat. Gaya gue terlihat aneh dan alay, tapi kelak saat gue dewasa, gue akan merindukan semua kekonyolan itu.

Selain itu, ada banyak surat yang masih terbungkus rapi dengan amplopnya, gue yakin ini adalah kartu ucapan dari para sahabat gue. Namun ternyata terselip sebuah amplop yang ternyata bukan surat ucapan dari sahabat gue, melainkan... sebuah surat ijin dari salah seorang orang tua temen gue. Sebagai seorang seketaris, gue paham betul bahwa surat-surat ijin seperti ini sangat penting, karena ini akan menjadi bukti ketidak hadiran seseorang, tapi mengapa gue harus menyimpan surat ijin hingga ada di dalam kotak kenangan. 

Gue yakin ini bukan surat biasa, ini surat yang punya kesan dan makna tersendiri bagi gue. Gue lalu membuka surat tersebut dan membaca satu persatu kalimat yang tertulis di dalamnya. Dan ternyata ini adalah surat ijin dari Ayah mantan gue. Rasanya ingin sekali tertawa, mengapa gue bisa sebodoh ini, menyimpan sebuah surat yang mungkin tidak ada artinya bahkan bagi pemiliknya sekalipun. Ya, gue memang senang mengkoleksi barang yang menurut gue bermakna meskih bagi orang lain tidak penting, bahkan tiket nonton film pertama gue dengan dia yakni Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika, masih terlipat rapi di dompet gue. Gue berfikir dan mencoba memahaminya, memahami alasan mengapa gue melakukan ini.


**

Saat kita jatuh cinta, kita terkadang menjadi seorang anak kecil yang apa adanya dan mencari alasan hanya sebatas “aku sayang dia”. Bahkan hal-hal kecil sekalipun darinya kita perhatikan, meskih terkadang tidak penting. Tak jarang, kita juga terlihat seperti orang bodoh ketika jatuh cinta. Sama halnya dengan gue saat itu, saat gue menyukainya, gue mulai memerhatikan banyak hal kecil darinya, menjadi seorang anak kecil yang tidak banyak berpikir dan bertingkah apa adanya.


Itulah alasannya mengapa gue menyimpan surat ini, membawanya pulang ke rumah lalu menyimpannya dalam kotak kenangan. Sekarang gue bisa menyimpulkan alasan mengapa gue menyimpan surat itu, karena gue tahu, surat itu berkesan, dan karena gue tahu, saat itu gue sedang jatuh cinta. Hanya sesimpel itu. Kini saat gue tidak lagi menyukainya, gue serasa menyimpan barang yang benar-benar tidak ada artinya, barang yang seharusnya tidak berada di kotak kenangan, barang yang seharusnya kembali ke pemiliknya, terasa aneh, namun gue tetap bertekad menyimpannya, karena sepucuk surat itu pernah berkesan buat gue.






sengaja no sensor nama mantan biar greget.




Komentar

Postingan Populer