Hikmah Kotoran Kucing


Sebagai titisan pahlawan kesiangan yang kesiangan, hari ini, tepatnya pagi tadi, gue mengalami hal yang tidak mengenakkan. Hal yang merendahkan harga diri sekaligus menjadi tontonan gratis para guru yang sedang berlalu-lalang. Sakit dan memalukan.

Gue memang tidak pantas mendapat predikat sebagai pelajar, bukan tanpa alasan, karena ketelatan gue di sekolah sudah lumayan banyak, kalau dijadiin novel mungkin udah sampe jilid dua-nya. Alasan gue pun bervariasi, mulai dari tidur kemaleman, bangun telat, jalanan macet (padahal rumah gue deket), dan yang paling sering adalah sakit perut. Itulah alasannya mengapa gue benci bangun pagi, yakni selalu sakit perut dan akhirnya gue selalu jadi terlambat, yang ngeselin adalah sakitnya udah kaya orang magh, berasa ditusuk-tusuk. Tapi gue punya cara jitu untuk meyakinkan satpam sekolah gue agar gue bisa lolos dari penutupan gerbang, yak, membawa minyak kayu putih sambil memajang MULAS alias muka melas, dengan begitu gue dengan mudahnya bisa masuk sekolah tanpa harus menulis kertas ijin terlebih dahulu. Genius. 

Sayangnya, cara jitu tersebut sepertinya tidak berlaku untuk hari ini. Kesialan menimpa gue. 

06.20

Seperti biasa, nyokap membangunkanku dari tidurku yang sudah cukup nyenyak ini lalu berkata dengan santainya "Mbak, bangun". Gue pura-pura nggak denger, masih dengan enjoynya memeluk guling, berharap nyokap gue salah lihat jam. Dari kejauhan terlihat samar-samar bayangan seseorang yang berjalan ke arah kamar gue. Siapa itu? *semakin mendekat* Eh, eh lah kok pake anduk toh? *sudah dekat* ternyata adalah adik gue sendiri yang selalu sudah siap ketika gue baru kucek-kucek mata dan mengambil handuk. Sial. Jam gue telah menunjukkan pukul 06.30 yang artinya 06.20 WIB karena jam di rumah gue dipercepat sepuluh menit, meskih begitu tidak mengubah kebiasaan buruk gue bangun kesiangan hehe. Lagi-lagi, gue segera menyambar handuk dengan lari sprint. Hfft.

06.35

Gue pun siap untuk berangkat ke sekolah dengan dua tas yang bikin gue ribet sendiri, padahal seharusnya hari Jumat gue hanya membawa dua mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia dan BTQ atau baca tulis Qur'an, tapi sebagai pelajar yang rajin gue pun memutuskan membawa sebuah laptop untuk melanjutkan tugas dan Al-Qur'an, eaa kurang rajin apa coba? *naikin kacamata* 


"Mbak, kamu naik bawa (motor) sendiri. Ibu nggak enak badan"
"Udah telat malah disuruh bawa sendiri" *mbatin dalam hati*


Okelah, gue berangkat mengendarai motor dengan terpaksa. Yak-yak serong kanan, kiri dikit, kanan lagi empat puluh lima derajat, alah susah banget. Gue kesusahan ngeluarin motor gara-gara posisinya miring sembilan puluh derajat sama pager rumah, halah susah deh pokonya. Dan beberapa detik kemudian, bokap gue mendarat ke rumah dengan gantengnya (bentar-bentar, mendarat? bokap gue nggak naik pesawat kok). Eh bukannya nawarin nganter, malah turun dari sepeda dan ngeluarin motor satunya, ah bokap gue memang susah peka. 


"Yah, aku dianter aja, uda telat"
*masukin motor lagi*
"Yaelah ribet dah" *mbatin*


Dalem hati gue udah was-was, telat nggak nih, di tengah perjalanan gue juga melihat temen sekelas gue dan masih dengan SANTAINYA mengayuh sepeda, santai banget bro! Jam lu mati? Lu mau olahraga? Atau emang sengaja mau dapet omelan dari kepsek? Mungkin ia adalah seseorang yang senang menikmati hidupnya, ah sudahlah. 

Dari kejauhan, gue melihat kalau gerbang sekolah gue sudah sepi, pasti telat. Bener, gue telat dan ibu kepsek sudah siap di depan pintu gerbang sekolah gue yang tidak begitu megah ini. Kiamat. Jantung gue berasa ketinggalan di rumah, pengen rasanya saat itu juga ngelepasin kacamata dan pura-pura nggak lihat ibu kepsek dan guru kesiswaan. Itu semua hanya halusinasi, disaat seperti ini otak gue sempat-sempatnya mencari solusi yang sama sekali diluar nalar. Gila. Keep calm, gue jalan dan hormat (baca: salim) pada keduanya, ya beginilah Indonesia, dimana seorang guru sangatlah gila hormat. Hanya di Indonesia. 

Ternyata gue nggak sendirian, banyak titisan pahlawan kesiangan yang kesiangan lainnya, kalau dikumpulan mungkin udah jadi JKT48. Banyak lah. Maklum, sekolah gue memang masih kendor dalam menghadapi siswa-siswi yang suka telat, kaya gue. Setelah membentuk kelompok, ibu kepsek menyuruh kami untuk... membersihkan sampah. Yak, pekerjaan yang mulia sekaligus menjadi kegiatan yang mempermalukan muka gue, mungkin setelah ini gue tidak mempunyai muka. Hmm. 


"Eh, sini-sini..." ibu kepsek menyuruh kami ke sebuah tempat dimana terdapat sepetak tanah disana.

What? Kita suruh nyabutin rumput? Oemji anyway betewe busway truckway railway, tangan halus ini harus ternodai dengan tanah-tanah basah disana. Akankah?

"Sudah wes, diambilin aja, nggak usah kemenyek (banyak gaya). Bunda nggak suka orang yang kemenyek"

Okesip, semua mulai bekerja mencabuti rumput. 

"Ih, apa itu?"
"Uler nih, hihhh" *nakutin uler berwarna polkadot ke arah gue*
*pasang muka geli*

"Apa itu?"
"Tai kucing!"


Hah? Tai? ternyata di depan dimana tempat gue mencabuti rumput ada tai, tai kucing. Alamak, masih basah pula, sungguh tidak senonoh apa yang telah dilakukan kucing tersebut, buang hajat di sembarangan tempat dan mempertontonkan hajatnya di depan banyak orang. Jijik bingit dech. 

Gue akhirnya pindah tempat sebelum muntah duluan, sekalian agar bisa terhindar dari barang kotor tersebut. Dengan malesnya gue mencabuti rumput, dan secara tiba-tiba muncul sebuah barang kotor di sela-sela tempat gue mencabut rumput, namun kali ini barang tersebut berpencar kemana-mana. Sungguh menjijikkan. Tapi apa daya, semua tempat sudah terpenuhi, dengan terpaksa gue stay disitu dengan pemandangan yang bisa bikin siapa saja muntah dibuatnya. Hingga akhirnya..

"Ayo, sudah-sudah, kumpul lagi sini" ibu kepsek menyuruh kita berkumpul di tempat semula dengan kondisi tangan para murid yang sudah penuh dengan serpihan tanah. Semua bernapas lega.

Sebelumnya, saat mencabut rumput, gue juga melihat salah seorang guru yang datang terlambat namun ibu kepsek tidak menegurnya, parahnya ibu kepsek hanya pura-pura tidak melihatnya. Ketidakadilan di negeri ini memang semakin sering terjadi, dan nepotisme masih terus berlaku bagi siapa saja yang merasa ia memiliki posisi yang 'tinggi' diantara lainnya. Menyedihkan. 

Ibu kepsek akhirnya menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya ini, semata hanya ingin mengubah pola pikir siswa bahwa datang tepat waktu adalah kebiasaan yang harus dilakukan dari sekarang, bukan berarti kita datang tepat 'pada waktunya' melainkan sudah hadir sebelum waktu yang ditentukan. Kita semua mengangguk dan sadar atas kesalahan masing-masing, ya walaupun jalanan lagi banjir dimana-mana karena semalam hujan turun sangat deras tapi nyatanya hal itu tidak boleh menjadi alasan mengapa saya datang terlambat

Kira-kira gitu sih inti pidato pendek ibu kepsek atau lebih tepatnya ceramah bagi para murid ehehe. Beliau juga menambahkan, kalau besok kita telat (lagi) maka sikat wc telah siap menanti kami dengan kata lain suruh bersihin toilet sekolah.

Setelah itu gue bergegas mencuci tangan dengan sabun milik salah seorang teman, rupanya ada bekas tai kucing di jari telunjuk dan kuku bagian luar gue. Sial. Baunya semerbak di tangan. Ah, jari telunjuk yang halus ini harus terkontaminasi oleh bakteri jahat dari tai kucing, namun bagaimana lagi, mungkin sudah sepantasnya gue mendapatkannya. 



Dari sini gue mendapat hikmah, hikmahnya adalah gue
nggak akan dateng telat lagi biar nggak kena tai kucing dan sikat wc sekolah hahaha.



Komentar

Postingan Populer